Thursday, November 25, 2010

GARI BESI



Ibarat gari besi,
Yang tajam berduri.,
Mengikis,menghiris gelang tangan,
Dalam kembara,anak kecil ,
Yang cuba menyuluh jalan.

Wahai Ali,
Entah mungkin,suatu ketika itu,
Saat engkau diaju beban dunia,
Kau tangis,
Kau takut,
Kerna khuatirmu,akan kudrat kita yang lemah,
Dalam menghitung bicara manusia,
Yang bisa berdolak dalik dan bermain fitnah.

Wahai Umar,
Entah mungkin,suatu waktu itu,
Saat engkau dijemput duduk,
Atas kerusi kecil,
Yang keras,kasar.
Engkau tidak bisa duduk selesa,
Bukan kerna kuasa engkau akur,
Namun kerna jihad engkau bertutur.

Wahai Abu Bakar,
Entah mungkin,suatu masa itu,
Saat engkau tampil berbicara,
Dalam gelora umat,
Yang baru hilang punca,
Bukan nama yang kau sisipkan,
Namun pesanan rasul itu,
Yang engkau titipkan,
Menyemai semula,benih-benih iman.

Dan,aku.

Friday, November 19, 2010

Islam - An Historic Perspective by mawdudi



Islam began when man's career on earth began---more precisely at the time of man's creation and his descent. Allah created Adam and Eve and enjoined them to worship Him and live a life of obedience to the Divine Will.

Allah is the Creator and Sustainer of the Universe and of human beings. Man must turn to Him for sustenance and guidance. The very word Islam means obedience to God. In this respect, Islam is man's natural religion---the only natural course is for man to look towards Him for guidance.

The day Adam and Eve were sent down to live on earth, Allah told them that they were His servants and He was their Master and Creator. He told them and mankind that the best course was for them to follow His guidance, to obey His orders and to refrain from what He had forbidden. God said to them that He would be pleased if they obeyed Him and in turn He would reward them. If, however, they did not heed His commands, He would be displeased and would punish them. This was the simple beginning of Islam.

Adam and Eve invited their children to follow the Islamic way of life. They and their children and their later generations followed the teachings of Islam as propounded by Prophet Adam (peace be upon him) for quite a long period of time. It was only later on that certain people began disobeying Allah. Some of them began worshipping other gods of their own making, some of them regarded themselves as gods, while a few others even declared their freedom to do as they pleased--defying God's orders. This is how kufr (disbelief) came into being. Its essence lies in refusal to worship God--pursuing the path of defiance to the Creator.

When kufr (disbelief) began to increase and multiply it affected the life of society in a number of ways. Exploitation, oppression, viciousness and immorality emerged in different forms. Life became intolerable. Allah then appointed some righteous people to preach the Message of Truth among the wrongdoers, invite them to the Right Path and convert them to God-fearing people--worshipping and obeying God Alone. In short, they were asked to perform a mission--to make people righteous and true Muslims. These noble people entrusted with this great mission were called Prophets or Messengers of Allah. Allah sent these Prophets to different nations and countries. All of them were honest, truthful, and people of noble character. All of them preached the same religion--Islam. To mention a few names--Noah, Abraham, Moses and Jesus. All of them were the Prophets of God and thousands of them were, over the centuries, sent into the world to guide mankind.

Thursday, November 18, 2010

Pengemis


mendung mega disatu sore
kaki ini terdorong untuk menelusuri
di satu lorong sepi
terlembar sebuah sketsa sedih drama kehidupan
dikaki lima sipengemis duduk bersimpuh
dirinya tidak terurus
sedang bersama teman senasib

Monday, November 15, 2010

Dialog si pengemis



Cuaca mendung.Matahari yang mula beransur mengatur langkah untuk beredar dari tatapan manusia sudah mula mengalih suluhan cahanya ke dinding-dinding langit.Awan juga sudah berarak perlahan,mengusung segala macam kenangan dan penyaksian.

Langit mula kesepian.

Namun,suasana pekan petang itu tetap riuh dengan ributan manusia.Cina,India,dan Melayu masing-masing sibuk menguruskan isi-isi dunia tanpa letih dan lesu.Kereta-kereta juga masih sesak memenuhi ruang-ruang jalan,lampu-lampu juga masih setia berkelip dan segala hidupan masih seakan belum sedar akan lambaian siang.

“Selamat tinggal siang”si pengemis tua itu melambai seorang diri.Mata kecilnya menatap langit yang makin kelam.Dalam renungannya itu tertulis makna yang dalam,kerna hanya dia yang lebih mengerti akan erti sebuah hari.

“Hari ini masih lagi dapat hidup,syukur.”

Tangannya erat menggengam bungkusan nasi kosong,hasil simpati dan ihsan manusia-manusia yang punya jiwa yang kaya.Dibelai-belai nasi itu dengan lembut.Jarang sekali si pengemis tua ini dapat makan malam berlaukkan nasi kosong,malah untuk mencari makanan sekalipun ibarat menjala mutiara di lautan luas.Namun,ini hari bertuahnya,hari yang mampu untuk dia menjawab kejian-kejian nafsu lapar yang selalu terabai.Segala puji bagi tuhan.

....................................................................................................................................................................

Nun dihujung jalan,seekor kucing merenung dengan nada simpati.Badannya yang bercomot lumpur cukup  kurus.Tulang sisi yang jelas nampak pada tubuhnya jelas bercerita akan kesusahan dan kelaparan si kucing ini dalam berkelana di bumi tuhan ini.Dia mengharapkan satu suapan.Sekurang-kurangnya untuk mengcerna sedikit tenaga agar dapat dia untuk meneruskan baki-baki nafas yang tinggal.

Si pengemis melihat dengan tekun gelagat kucing tersebut.Dia faham,lalu tersenyum.

“Ke mari engkau,di sini ada makanan untukmu.Ayuh,kita berkongsi kerna aku mengerti kepedihanmu itu”tangannya cuba melambai-lambai mengajak kucing tersebut datang ke arahnya.Kucing itu akur,gembira kerna bertemu manusia yang memahami fitrah makhluk jalanan sepertinya.

Nasi ditabur samarata.Mereka berdua berselera menjamah nasi-nasi kosong tawar,yang hinggap julung-julung kali dalam suratan sejarah hidup mereka.

Orang ramai juga makin ramai yang lalu lalang menyaksikan gelagat mereka berdua yang tenggelam dalam menikmati kenikmatan juadah makan malam yang serba-serbi sederhana.Mereka berasa jelek,benci dan menjengkelkan.Mana mungkin seekor kucing yang comot duduk dan makan bersama seorang pengemis tua yang selekeh?Pemandangan yang hodoh!!Tidak mungkin dapat ditelan bulat-bulat oleh masyarakat ‘moden’.Masing-masing yang lalu hanya memaling muka,mengeji dalam diam.

“Mereka menghina dirimu,mereka merasakan engkau gila,”

Terhenti si pengemis tua.Dia pasti suara tersebut jelas terbit dari kucing yang duduk dihadapannya.Dia tidak tersilap.Matanya segera ditenung anak mata si kucing yang begitu tenang menjamah nasi-nasi yang berterabur di lantai.

“Tidak mengapa.Mereka telah dilahirkan oleh budaya yang sebegitu.Budaya yang memandang pada lahiriah..”Si pengemis membetulkan postur badannya dan bersandar di di kotak-kotak buangan.Matanya dihadapkan ke hadapan jalan,merenung ke dalam dimensinya sendiri.

“Engkau tidak pelik melihat seekor kucing berbicara?”

“Oh..tidak,Aku sudah melihat sesuatu yang lebih ajaib dari ini...”

Kucing itu berhenti menjamah.Dia bangkit dari tempatnya dan duduk di sebelah si pengemis tua.Tangannya dikuis-kuis nasi-nasi yang berterabur itu agar dikumpulkan dalam suatu bulatan agar tidak bersepah dan mencacatkan pemandangan jalan.

“Maha suci Allah kerana telah mengkurniakan aku rezeki yang baik,hidup yang baik,jiwa yang baik,kesihatan yang baik.Alhamdulillah”

“Alhamdulillah??”Si pengemis megerutkan keningnya.Kehairanan.

“Alhamdulillah..segala puji bagi Allah,engkau tidak biasa mendengar bicara ini??bukankah kamu juga seorang Islam??”

“Islam..oh,agama orang putih”

“Maksudmu?”

“Islam,agama yang dianuti mereka yang berjubah putih,bertopi putih.Selalu ke bangunan besar.Ah..tidak ramai bilangannya.Aku juga Islam.Mungkin.Sekurang-kurangnya itulah yang dikhabarkan kepadaku sewaktu aku kecil”

“Tetapi engkau percaya kepada tuhan yang satu?”

Si pengemis ketawa kecil.Dia  menoleh mengahadap si kucing yang keliru akan jawapannya.

“Dunia ini terlalu indah untuk menafikan kewujudan-Nya,hidup ku jua diatur oleh-Nya,hidupmu jua.Aku tidak mungkin menafikan panggilan fitrah ku sendiri.”

“Oleh begitu,mengapa tidak engkau hidup sebagai Muslim?”

“Aku tidak tahu.Aku tidak pernah diajar untuk hidup beragama.Malah orang berjubah putih juga memandang keji apabila aku hadir di tempat mereka.Mereka melihat aku suatu kekotoran yang hina.Cukuplah bagiku Tuhan,yang memegang jiwaku.Aku tidak perlukan agama.”

Si kucing mengeluh dalam-dalam.Nyata dia kecewa.Dunia yang disangka penuh dengan manusia yang sedar rupanya hanya sedar pada hakikat diri mereka.Sehingga si pengemis tua ini tersadai dalam dunianya sendiri.

“Mahukah kamu aku khabarkan sebuah kisah,yang dinyatakan dalam Islam”

“khabarkanlah,”

“Dahulu ada seorang wanita yang melacurkan dirinya.Membiar anugerahnya didakap lelaki-lelaki yang lupa janji.Namun akhirnya masuk ke dalam syurga kerana kesudiannya memberi minum kepada seekor anjing.Dia sepertimu.Engkau memberi makan kepadaku.Aku doakan engkau juga menghuni syurga.”

“Syurga?Maksudmu?apakah ia sebuah rumah?”

“Tidak,ia taman yang terindah dalam kalangan yang terindah,rumah tercantik dalam kalangan yang tercantik.Di sana engkau boleh meminta sebarang hajat.Tuhan akan kabulkan sebelum engkau sempat mengelip mata.”

“Maksudmu ia kurniaan tuhan.Oh tidak...tinggalkan itu untuk orang yang beragama,aku bukan orang agama.Aku hanya manusia yang dikurniakan secebis kehidupan untuk memahami tuhan.Aku tidak tahu untuk beribadat kepada-Nya.”Si pengemis berbaring.Kepalanya dialaskan kotak-kotak buangan yang terbiar berselerak di tepian jalanan.Sayup-sayup di udara kedengaran azan maghrib berkumandang.Langit juga sudah gelap dan suram.

“Aku tidak layak”dia menyambung.

“Percayalah padaku,engkau lebih beragama dari mereka.”

Si kucing kemudian untuk mengatur langkah untuk pergi.Perutnya sudah terisi,mak perjalanan harus diteruskan.

“Engkau hendak kemana?”

“Meneruskan langkah yang belum tamat,masih ramai yang perlu ku temui.”

Si pengemis mengangguk.

“Terima kasih atas pemberian dan perkongsian mu wahai si pengemis tua.Akan ku ukir pertemuan ini dalam jiwaku,dengan izin-Nya.Dengarkanlah kata-kataku ini.Engkau sudah mengenal tuhanmu,namun belum ketemu jalan untuk pergi ke arah-Nya.Aku doakan engkau diberi petunjuk.Insyallah,kita akan ketemu lagi di syurga.”

“Ya,moga-moga begitulah.”

Mereka berdua saling tersenyum di dalam hati.Masing-masing kagum dengan kisah masing-masing.Si kucing pun berlalu perlahan dan hilang dalam pandangan.Si pengemis yang faham menutup matanya dan menarik kotak-kotak untuk menyelimuti dirinya dari digigit angin sejuk.Dalam hatinya si pengemis berdoa:

  
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon petunjuk, ketakwaan, diri yang terjaga dan kecukupan kepada-Mu.

Amin..

P/s-coretan ini hanyalah suatu catatan penulis yang diinspirasikan oleh sebuah kejadian ketika penulis sedang bersiar-siar di pekan Tanjung Malim.Tulisan ini hanyalah suatu imaginasi penulis dan sebarabg cacat cela harap dapat dimaafi dan ditegur.Sekian

Thursday, November 11, 2010

Meuju iklim sekular



“Pentadbiran Perdana Menteri, Datuk Seri Najib Razak mahu menjadikan Malaysia sebuah hab pusat hiburan malam bagi memacu industri pelancongan mengikut Program Transformasi Ekonomi (ETP).”

“Ini akan dilaksanakan dengan penubuhan beberapa kelab malam terkemuka, menganjurkan konsert utama, melonggarkan garis panduan untuk penghibur antarabangsa dan “mempakejkan” semula acara antarabangsa seperti Formula 1 dan MotoGP.”

“Lebih mengejutkan lagi EPP juga mencadangkan penubuhan zon hiburan di Greater Kuala Lumpur/Lembah Klang, Genting Highlands, Pulau Pinang, Langkawi dan Kota Kinabalu bagi menggandakan pendapatan hiburan malam Malaysia kepada RM1.8 bilion menjelang 2020.”

“Langkah itu akan menyaksikan penubuhan enam kelab malam baru yang mampu menampung kehadiran 900 pengunjung pada hujung minggu menjelang awal 2012. Dua lagi akan beroperasi pada 2013 dan 2014.”

“Menjelang 2014, akan terdapat sekurang-kurang 10 kelab malam di zon hiburan. Ini akan menghasilkan impak pendapatan kasar negara RM0.7 bilion dan mewujudknan 5,614 pekerjaan baru menjelang 2020,” petik laporan itu.”

Dipetik dari laman web Malaysia kini: http://www.malaysiakini.com/news/146435



Islam oh Islam....

Saya bersama-sama sahabat-sahabat saya yang lain bersandar “malas” di kerusia kafe,sambil menunggu pesanan makanan kami.Kemudian salah seorang dari kami memulakan perbualan.

tu..kau tengok tu...macamni ke rakyat Malaysia,rosak betul”Lee(bukan nama sebenar) merungut, sambil mulunya menjuih ke arah televsyen yang kuat terpasang menayangkan program “sehati berdansa”.Saya hanya mengangguk akur.

Monday, November 8, 2010

Usah dikunci mulut yang ingin berbicara

 Post lamer yg dicadangkan untuk bacaan



tuesday,march 23,2010-tarikh post ini ditulis...




Assalamualaikum w.b.t


Ini merupakan artikel saya yang pertama yang pada saya bersifat ilmiah,jadi saya mengharapkan agar mana-mana blogger ataupun siapa-siaoa sekalipun agar dapat memberi kritikan akan kelemahan yang timbul untuk saya baiki dari semasa ke semasa.Sekian terima kasih..





Sudah beberapa ketika tarikh 11 mac 2010 meninggalkan kita,malah semakin jauh perjalanan masa ini semakin terserlah keindahan makna yang tersisip pada tarikh keramat ini.Mungkin insan-insan yang “bertuah “ kerana tidak terpilih untuk mengikuti percutian istimewa yang dianjurkan pihak kerajaan ini tidak akan merasa tempias tarikh keramat ini tetapi bagi wira-wirawati negara yang telah berhempas pulas di kem-kem seluruh Malaysia,tarikh ini ternyata mengukir sebuah petanda bagi mereka,sama ada satu simbol kebebasan dari sebuah ‘penjara’ atau satu kenangan manis yang bernoktah pada tanggal 11 Mac ini.


Jadi ruangan kali ini ingin saya ungkapkan sedikit ulasan dan pandangan saya terhadap beberapa pengalman manis saya dalam berkampung di kem semarak pekan Pahang.Malahan saya percaya pelatih-pelatih lain mungkin lebih banyak pengalaman yang bermakna dan menarik sepanjang menjalani aktiviti di kem masing-masing,namun dari segi analisisnya mungkin pada hemat saya tidak ramai yang mampu melihat pengalaman tersebut sebagai batu loncatan untuk meningkatkan tahap keilimuan dan kematangan dalam diri kita.Namun tidaklah dengan berkata ini bererti saya mendabik dada dan mengistiharkan diri saya sebagai ‘manusia matang abad ini’,malah saya sedar ruangan kedaifan dalam diri ini masih banyak yang tidak terisi dan dengan itu mungkin secebis coretan saya ini dapat meningkatkan tahap maturity saya sendiri untuk menjadi manusia yang lebih baik.Oleh itu sebarang pendapat yang tidak selari dengan mana-mana pembaca amat saya alu-alukan untuk kebaikan mutual.


Monday, November 1, 2010

CERITA ORANG TUA

Post lama yang dipetik dari blog lama saya,sekadar peringatan semula...




Di saat ufuk pagi mula menyapa,matahari gah berdiri mencorakkan angkasa,,perlahan-perlahan anak-anak pantai mengatur langkah dengan bergunung harapan untuk mencari rezeki di hamparan lautan yang luas.Ombak-ombak yang buas memukul pantai seakan satu permainan yang sebati dalam darah sorang nelayan tua yang tahu bahawa keluarganya di rumah masih lagi bersandar padanya.Tidak kira langit pagi bertukar hitam atau angin tidak lagi berbuai mesra sekalipun ,jaringan jala perlu ditebar untuk sesuap nasi anak-anak kecil yang belum megenal erti kepayahan dunia.Namun…dalam keperitan yang menjadi parut dalam perkelanaan mereka di bumi Allah ini,masih ada ketika mereka tersenyum manis dan ketawa,sebagai tanda mereka akur dengan takdir yang tersurat.




Begitulah pemandangan yang menjadi sajian saya setiap pagi sepanjang menjadi anak desa di pantai telok kalong.Kehidupan kampong terutama di tepi pantai ini ibarat sebuah sekolah yang banyak mengajar saya erti kehidupan,malahan batu,pasir,angin,dan segalanya yang bersemadi di sini seakan boleh bersuara mengajar pelbagai ilmu dan menjana pelbagai idea bagi insan-insan yang sudi untuk memerhati dengan mata hati.Mungkin bagi mereka yang menghuni bandar mempunyai pengalaman yang berbeza namun suasana kampong tetap menjadi pilihan saya dalam mencari inspirasi dan ilmu untuk mematangkan diri kerana di sinilah terisi pelbagai teater kehidupan yang menampilkan pelbagai tema kejumudan pemikiran dan keaslian nilai-nilai budaya dan sosial.



Untuk ruangan kali ini,saya bercadang untuk menceritakan sedikit pandangan saya terhadap watak yang ditampilkan oleh segolongan orang-orang tua “kedai kopi”.Mereka ini bukanlah bertindak biadap,atau berkelakuan tidak senonoh sehingga membuatkan saya terpanggil untuk menulis,malahan tulisan ini bukanlah untuk menghina mereka yang lebih tua berpuluh tahun dari saya kerana saya sendiri,telah menjadi adab orang melayu yang sangat menghormati orang tua(sungguhpun kadang-kadang ada yang melampau batas) namun dalam memperbaiki diri sendiri dan orang lain,nasihat dan pandangan tidak mengenal usia.



Kalau kita melihat,mungkin di gerai-gerai mahupun di kedai-kedai makan di sekitar kampong-kampung,kita akan menyaksikan satu perhimpunan ‘agung’ oleh sekumpulam orang-orang berusia seperti atuk-atuk kita akan “bersidang ala parlimen” dari pagi sehingga ke senja.Antara isu-isu yang menjadi perbincangan menteri-menteri kampong ini lebih terjurus kearah politik(saling kutuk-mengutuk ahli politik) dan beberapa selingan segmen ‘dam haji game’yang cukup menjadi kebiasaan mereka.Malah ada yang bertaruh duit untuk memeriahkan lagi majlis mereka ini yang berlangsung seharian(pagi hingga petang).Fenomena ini merupakan fenomena yang biasa,malah ada di kalangan kita menganggap fenomena ini adalah suatu amalan wajib apabila menyertai kelab ‘pencen’ kelak setelah usia sudah menjangkau angka 50.